Pages

Tuesday 5 October 2010

Nabi Yunus AS

Dipetik daripada Republika Online
Kepergiaan Nabi Yunus AS yang meninggalkan umatnya di negeri Ninawa (Irak) menunjukkan sikapnya yang tidak sabar dan gampang berputus asa.

Dalam Alquran, diceritakan kisah tentang Nabi Yunus Alahissalam (AS), yaitu seorang Nabi yang diutus oleh Allah kepada negeri Ninawa di dekat Mosul, Irak.

Kisah selengkapnya disebutkan dalam beberapa surat Alquran, antara lain surah Annisaa' (4) ayat 163, Al-An'aam (6) ayat 86, Yunus (10) ayat 98, Al-Anbiyaa (21) ayat 87-88, dan Alshaafaat (37) ayat 139-148,

Dalam tafsir Fi Zhilal al-Qur'an karya Sayyid Quthb, disebutkan bahwa negeri tempat diutusnya Nabi Yunus adalah Ninawa, Irak. Sesungguhnya, tidak dijelaskan secara pasti oleh Alquran letak negeri tersebut. Namun, berdasarkan keterangan Alquran surah Alshaafaat ayat 139-148, dapat ditarik kesimpulan bahwa negeri itu berdekatan dengan pantai.

Sementara itu, Sami bin Abdullah Al-Maghluts, dalam kitabnya Athlas Tarikh al-Anbiya; wa al-Rasul, disebutkan bahwa Ninawa adalah ibu kota dari negara Asyiria yang terletak di sebelah selatan Irak. Kota tersebut adalah kota yang paling kaya dan besar di masa itu.

Namun, kelapangan rezeki dan kekayaannya yang luar biasa itu justru menyebabkan penduduknya sesat dan tidak beriman kepada Allah SWT. Mereka melakukan berbagai perbuatan yang dilarang Allah serta senantiasa berbuat kemaksiatan. Di antaranya adalah menyembah berhala yang mereka buat sendiri dan tidak mau beriman kepada Allah. Karena itulah, Allah mengutus Nabi Yunus AS untuk menyadarkan mereka agar beriman kepada Allah SWT serta meninggalkan sesembahan mereka.

Nabi Yunus AS adalah putra dari Matta. Sementara itu, dalam Perjanjian Lama, disebutkan, namanya adalah Yunan adalah putra dari Amatae atau Amitai. Dalam versi lain, disebutkan, Matta bukanlah orang tua Nabi Yunus. Namun, ada yang menisbatkan dengan nama ibunya.

Selama bertahun-tahun, Nabi Yunus AS mengajak umatnya untuk beriman kepada Allah SWT, namun tak ada kaumnya yang mengikuti seruannya. Sebaliknya, kaumnya malah mendustakan Nabi Yunus AS, bahkan berusaha menantang ancaman-ancaman yang disampaikannya.

Karena tak ada kaumnya yang mau beriman kepada Allah, Nabi Yunus merasa putus asa dan akhirnya meninggalkan kaumnya di saat ancaman dan azab sudah mulai tampak di langit.

Tak mau dirinya mendapatkan siksa dan azab Allah akibat perbuatan kaumnya yang tak beriman itu, Yunus pun segera meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah. Nabi Yunus tak sabar melihat sikap kaumnya yang tak beriman itu. Karena itu, dia pun segera meninggalkan kaumnya [QS Al-Anbiyaa' (21) ayat 87-88].

Sepeninggal Yunus, penduduk Ninawa sedang menyaksikan tanda-tanda siksa segera turun sebagaimana disampaikan Nabi Yunus AS, yakni langit tampak menghitam, awan mendung, dan hujan lebat tampaknya akan segera turun. Mereka pun kemudian menyatakan beriman kepada Allah dan membenarkan apa yang disampaikan Nabi Yunus.

Namun, keimanan dan kesaksian mereka akan kebenaran yang disampaikan Yunus tak disaksikan Nabi Yunus AS. Sebaliknya, Nabi Yunus yang meninggalkan umatnya justru mendapatkan kesulitan.

Sesaat setelah tiba di tepi pantai (menurut sebagian pendapat, ketika itu Yunus berada di tepi pantai Laut Merah. Namun, sebelum tiba di sini, Nabi Yunus mampir ke Yafa, sebuah kota di daerah Tepi Laut Merah), Nabi Yunus menumpang sebuah kapal.

Dimakan ikan paus
Dalam pelayarannya, tiba-tiba laut bergelombang hebat. Bahkan, angin juga bertiup kencang. Karena khawatir akan keselamatan seluruh penumpangnya, nakhoda kapal menginstruksikan awaknya untuk mengurangi muatan kapal. Namun demikian, upaya itu tak juga membuahkan hasil. Akhirnya, setelah tak mampu menyelamatkan kapal, nakhoda pun melakukan pengundian agar salah seorang penumpang keluar dari kapal.

Saat pengundian dilangsungkan, nama yang muncul adalah Nabi Yunus AS. Ketika sampai tiga kali dilakukan dan nama yang muncul adalah nama Nabi Yunus, akhirnya Nabi Yunus pun harus keluar dari kapal yang ketika itu berada di tengah-tengah lautan. Menyadari semua itu sudah takdir Allah, Nabi Yunus pun merelakan dirinya terapung-apung di laut lepas. Atas kehendak Allah, Nabi Yunus pun dimakan seekor ikan paus. Dalam salah satu riwayat, peristiwa ini terjadi pada abad kesatu sebelum masehi atau sekitar tahun 700 SM.

Dalam perut ikan nun (paus) tersebut, Nabi Yunus menyadari akan kesalahannya karena meninggalkan umatnya. Ia pun senantiasa berdoa dan memohon ampun kepada Allah atas segala kesalahannya. ''Laa ilaha illa Anta, Subhanaka inni kuntu min al-zhalimin (Tidak ada tuhan selain Engkau. Mahasuci Engkau sesungguhnya saya termasuk orang-orang yang zalim),'' demikian doa Yunus dalam perut ikan paus sebagaimana termaktub dalam surah Al-Anbiyaa' ayat 87.

Menurut Dr Afis Abdullah dalam buku Nabi-nabi dalam Alquran, saat berada dalam perut ikan paus tersebut, Nabi Yunus AS terus-menerus berdoa dan memohon ampunan kepada Allah SWT. Menurut riwayat, selain bertasbih dan memohon ampun kepada Allah atas segala kesalahannya, Nabi Yunus AS juga berdoa. Sebagaimana disebutkan Dr Afis Abdullah, selain doa di atas, doa lain yang diucapkannya adalah ''Ya Tuhanku, aku telah mendirikan sebuah masjid untuk-Mu yang belum pernah ada seorang pun yang menyembah di dalamnya.''

Allah SWT mendengar doa Yunus dan mengampuninya. ''Kalau ia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit (kiamat).'' (QS Alshaafaat ayat 143-144).

Nabi Yunus pun akhirnya dapat keluar dari perut ikan paus setelah ia dilemparkan ke daratan. Ketika itu, Yunus dalam keadaan lelah. Maka, untuk memulihkan kondisinya, Allah menumbuhkan sebatang pohon dari jenis labu untuk dimakan (QS Alshaafat ayat 146).

Setelah beberapa saat, akhirnya ia kembali ke Ninawa dan mendapati kaum yang beriman. Ia pun disambut umatnya yang berjumlah mencapai 100 ribu orang. Dan, umatnya mendapatkan kenikmatan yang luar biasa di waktu yang telah ditentukan (QS Alshaafat ayat 148).

Menurut Syauqi Abu Khalil dalam Atlas Alquran, tujuan Nabi Yunus AS saat menumpang kapal itu adalah Tirsyisy (sekarang dikenal dengan nama Tunisia).

Demikianlah cerita Nabi Yunus AS. Karena tak sabar, ia pun diuji oleh Allah atas perbuatannya yang meninggalkan umatnya.

Kapal yang ditumpangi Nabi Yunus AS ketika itu, menurut Sami Abdullah Al-Maghluts, adalah perahu kayu yang dibuat pada abad kesatu sebelum masehi.

Bila dilihat bentuk dan ukurannya, bentuknya sangat mirip dengan kapal-kapal nelayan yang ada saat ini di beberapa daerah, seperti perahu nelayan di Banjarmasin, Makassar, Madura, Semarang, dan lainnya. syahruddin el-fikri


Labu: Penyelamat Yunus dari Kelaparan
Setelah keluar dari perut ikan paus, ia mendapati dirinya dalam keadaan lemah, capek, dan lemas. Seolah-olah ia tak memiliki tenaga lagi untuk bangkit.

Allah pun menumbuhkan sebuah pohon di dekat Yunus dari sejenis labu untuk dimakan demi memulihkan tenaganya (QS Alshaafat ayat 146).

Menurut Sayyid Quthb dalam tafsirnya Fi Zhilal al-Qur'an (Di Bawah Naungan Alquran) terbitan Gema Insani Press (GIP), pohon labu yang ditemukan di zaman Nabi Yunus itu mempunyai daun lebar dan dapat mengusir lalat. Menurut kisahnya, pohon labu ini tidak disukai lalat dan tak satu ekor pun ingin mendekati pohon tersebut. Inilah rahmat Allah untuk utusan-Nya.

Ketika Yunus sudah kembali sehat, Allah mengembalikannya kepada kaumnya yang telah ditinggalkannya sewaktu marah dahulu. Tidak diketahui secara pasti, berapa lama Yunus meninggalkan umatnya. Ada yang menyatakan hingga 40 hari, ada pula yang menyebutkan hanya seminggu, dan sebagainya. Menurut Perjanjian Lama, Yunus berada dalam perut ikan nun (paus) selama tiga hari tiga malam.

Ketika sehat dan tenaganya sudah pulih, ia lalu kembali kepada kaumnya. Di sana, telah menunggu kaumnya yang jumlahnya mencapai 100 ribu orang. Ia pun kemudian menyeru umatnya untuk beriman kepada Allah dan menyampaikan risalah kenabiannya. Maka, jadilah mereka orang-orang yang mendapat petunjuk.


Pelajaran Bagi Seluruh Umat Manusia


Bagi orang-orang yang berakal dan beriman kepada Allah SWT, dalam kisah Nabi Yunus AS tersebut terdapat pelajaran dan hikmah yang besar. Mereka senantiasa diselamatkan oleh Allah SWT dari bencana dan musibah apabila mereka bersabar dan senantiasa memohon ampun dan petunjuk kepada Allah.

Perbanyak mengingat Allah
Allah memberitahukan umat manusia bahwa Yunus itu termasuk orang-orang yang senantiasa bertasbih dan memohon ampun kepada Allah. ''Maka, kalau sekiranya dia (Yunus) tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.'' (QS Alshaafat ayat 143-144).

Menurut Dr Afis Abdullah, yang dimaksud dengan orang-orang yang banyak mengingat Allah dalam ayat tersebut adalah orang-orang yang banyak shalat. Sedangkan, Yunus adalah orang yang memperbanyak shalat di waktu senang maka Allah menyelamatkannya di waktu kesempitan (kesusahan).

Ibnu Abbas RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya, aku mengajarkan beberapa kalimat kepadamu. Peliharalah Allah niscaya engkau mendapatkan-Nya di hadapanmu. Kenalilah Allah di waktu senang, niscaya Dia mengenalmu di waktu kesempitan.''

Kembali kepada Allah
Selain itu, pelajaran lainnya yang bisa dipetik dalam kisah Yunus ini hendaknya kembali kepada Allah dan memohon ampun atas segala kesalahannya sehingga Allah melapangkan kesempitan menjadi keluasan.

Nabi Yunus telah melakukannya dengan meratapi segala kesalahannya dan memohon ampun dari perbuatannya itu. Gambaran ungkapan Nabi Yunus yang mendahulukan kalimat tauhid dilanjutkan dengan tasbih untuk menunjukkan kesempurnaan Allah dan kesuciannya dari segala kekurangan dan kelemahan. Penggambaran ini juga menunjukkan pengakuan seorang hamba atas dosa yang diperbuatnya.

Saad bin Abi Waqqas telah meriwayatkan sabda Nabi SAW. ''Seruan Yunus dalam perut ikan paus dengan ucapan Laa ilaha Illa Anta, Subhanaka Inni kuntu min al-zhalimin, tidak ada tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau dan sesungguhnya saya termasuk orang-orang yang zalim. Doa yang tidak ada seorang hamba Muslim pun mengucapkan, sedangkan ia berada dalam bencana, kecuali Allah pasti akan memperkenannya.''

Sabar dalam berdakwah
Dalam kisah Yunus ini, terdapat pelajaran bagi para juru dakwah (dai). Mereka hendaknya sabar dengan segala ujian dan cobaan. Sebab, di balik kesulitan, pasti ada kemudahan (QS Al-Insyirah ayat 1-9).

Ketika Nabi Yunus AS meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah, ia menunjukkan bahwa dirinya tak mampu bersabar atas sikap umatnya yang suka membangkang. Namun, bila Allah berkehendak, niscaya segalanya mudah bagi Allah.

Karena itu, ketika Yunus keluar dari satu kesempitan (meninggalkan kaumnya), ia justru mendapatkan kesempitan lainnya, di antaranya harus rela menyeburkan diri ke laut dan dimakan oleh ikan paus.

Ketidaksabaran Nabi Yunus dalam berdakwah ini disampaikan pula oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW sebagaimana termaktub dalam surah Alqalaam ayat 48-50.

''Maka, bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdosa dan sedang dalam keadaan marah (kepada kaumnya). Kalau sekiranya ia tidak segera mendapat nikmat dari Tuhannya, benar-benar ia dicampakkan ke tanah tandus dalam keadaan tercela. Lalu, Tuhannya memilihnya dan menjadikannya termasuk orang-orang yang saleh.''

Thursday 23 September 2010

FIDYAH BERGANDA TIDAK SABIT DARI NABI

Seseorang yang gagal mengqadhakan puasan Ramadhanya dalam sebelas bulan selepas Ramadhan, lalu masuk Ramadhan berikutnya, sesetengah ulama berpendapat bahawa dia perlu mengqadhakan puasanya yang lalu itu selepas Ramadhan yang kedua dengan fidyah secupak beras. Jika berlalu sebelas bulan berikut dan gagal juga mengqadhakannya, maka fidyah digandakan. Demikianlah seterusnya. Setiap selang setahun, digandakan fidyahnya. 

Padangan ini diambil oleh ulama mazhab Syafiyyah dan Hambaliah berdasarkan amalan beberapa orang kalangan sahabat. Sementara ulama mazhab lain tidak mensyaratkan fidyah. Hanya memadailah dengan qadha sahaja.

Ketika mengulas situasi ini, Dr. Yusuf Al-Qaradhawi menegaskan bahawa pandangan yang mewajibkan fidyah dibayar bersama dengan qadha tidak punya sandaran saheh daripada nabi SAW. Apa yang wajib secara pasti ialah mengqadhakan puasa yang ditinggalkannya tak kira berselang berapa tahun sekalipun.  Jika seseorang itu mahu memberi fidyah, itu adalah baik kerana meraikan pandangan sebahagian ulama mazhab yang berdalilkan amalan sesetengah sahabat.

Namun, perlu diingat bahawa untuk mewajibkan sesuatu, kita memerlukan dalil dari Al-Quran maupun hadis nabi SAW. Riwayat mengenai nabi SAW itu perlulah pula saheh. Amalan sebahagian sahabat tidak boleh dijadikan asas untuk menetapkan sesuatu kewajipan.

Rujukan: Al-Qaradhawi

Saturday 18 September 2010

Hukum menggunakan bejana emas dan perak

Hukum menggunakan bejana emas dan perak adalah haram berdasarkan nas dan ijmak ulama.

Sabda Rasulullah SAW:

لا تشربوا في آنية الذهب والفضة ولا تأكلوا في صحافها فإنها لهم في الدنيا ولكم في الآخرة
 
"Janganlah kamu minum dalam bejana daripada emas dan perak dan jangan kamu makan dalam pinggan yang terbuat daripada keduanya. Sesungguhnya ia adalah untuk mereka (orang kafir) di dunia dan untuk kamu di hari akhirat".
(Hadis Yang diittifaq kesahihannya dari jalan Huzaifah)

Rasulullah SAW juga telah bersabda:

الذي يأكل ويشرب في آنية الذهب والفضة إنما يجرجر في بطنه نار جهنم 
 
" Orang yang makan dan minum dalam bejana daripada emas dan perak, maka sesungguhnya  api neraka jahannam yang menggelegak dalam perutnya".
(Hadis yang disepakati kesahihannya diriwayatkan oleh Ummu salamah dengan lafaz imam Muslim)

Maka emas dan perak adalah diharamkan berdasarkan nas hadis untuk dijadikan bejana sama ada untuk makan, minum, berwuduk ataupun mandian. Haram juga menjualnya. Haram juga apa yang berkaitan dengan bejana seperti dulang, pelapik cawan dan sebagainya.

Maka wajib ke atas setiap muslim mengelakkan pembaziran dan bermewah-mewah dengan harta benda. Jika kaya sangat, baik gunakan kekayaan tersebut untuk membantu golongan fakir miskin. Ada orang yang berhajat maka gunakan kekayaan itu untuk mereka. Ada anak muda yang tam mampu berkahwin, maka bantulah mereka. Bukan dengan cara bermewqah-mewah dan melampau dalam memperlihatkan kekayaan.

Wednesday 8 September 2010

Menyapu atas Jabirah dan 'Isobah

Soalan: Anak saya mengalami kemalangan bahagian anggota wuduknya dibalut dalam tempoh 2 minggu. Bagaimanakah cara dia mengambil wuduk dalam keadaan demikian? Apakah dia perlu mengulangi solatnya?.
 
Jawapan: Dalam masalah ini, kebanyakan ulama menyatakan: Dia hanya perlu menyapu air pada balutan berkenaan. Dia tidak perlu menyampaikan air pada kulit di bawah balutan tersebut. Bab ini dipanggil al-Mash ‘ala al-Jabirah wa al-‘Isabah iaitu menyapu di atas balutan patah dan luka.

Namun begitu oleh kerana hadith-hadith dalam masalah ini kesemuanya tersangat daif, ini seperti yang dinyatakan oleh para ulama hadith seperti al-Baihaqi, dan tegaskan lagi oleh al-Albani dalam Tamam al-Minnah, maka berlaku perbezaan pendapat di kalangan ulama dalam masalah ini.

Apa yang saya rumuskan daripada perbahasan para ulama fekah, ialah dua pendapat yang boleh diikuti;

Pertama: Hanya perlu sapu di atas balutan tersebut. Dia tidak diwajibkan berwuduk sebelum memakai balutan tersebut. Ketika berwuduk atau mandi wajib dia hanya perlu sapu air di atas balutan tersebut, tanpa perlu membasuhnya, atau melalukan air di bawahnya, atau menanggalkannya. Inilah pendapat terpilih daripada kebanyakan ulama fekah. (lihat: ‘Abd al-Karim Zaidan, Al-Mufassal fi Ahkam al-Mar`ah, 1/140, cetakan: Muassasah al-Risalah, Beirut ).

Kedua: Disebabkan hadith-hadith dalam bab ini terlalu daif maka ada ulama fekah yang berpegang kepada tidak ada apa yang dikatakan sapu atas balutan patah atau luka. Sebaliknya anggota yang cedera, atau dibalut tersebut tidak perlu sebarang sapuan atau basuhan kerana telah gugur kewajipan syarak ke atas anggota tersebut. Ini pendapat yang dikemukakan oleh al-Imam Ibn Hazm al-Andalusi (wafat 456H). Kata beliau ketika memberikan alasan pandangannya :


“Dalilnya firman Allah (maksudnya) “Allah tidak bebankan kepada seseorang kecuali apa yang dia terdaya” dan sabda Nabi s.a.w: “Apabila aku perintah kamu dengan sesuatu perintah, maka datangilah ia dengan kadar kemampuan kamu”.Dengan dalil al-Quran dan al-Sunnah gugur kewajipan apa yang seseorang tidak mampu. Maka gantinya ialah apa yang disyarakkan. Syarak pula tidak wajib diikuti melainkan dengan dalil daripada al-Quran atau sunnah. Tiada dalil al-Quran atau sunnah yang menggantikan basuhan dengan sapuan ke atas balutan patah atau ubat bagi anggota yang tidak mampu dibasuh”.(lihat: Ibn Hazm al-Andalusi, Al-Muhalla,1/316, cetakan Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut ). Tokoh hadith zaman ini yang terkenal al-Syeikh Muhammad Nasir al-Din al-Albani r.h.cenderung kepada pendapat ini. (lihat: Al-Albani, Tamam al-Minnah, 133-135, cetakan: Dar al-Rayah, Riyadh ).
 
 
Salah satu pendapat atas boleh untuk diamalkan, keduanya lebih mudah untuk pesakit dibandingkan pendapat-pendapat lain. Dia juga tidak perlu mengulangi solat yang dilakukannya apabila dia sembuh. Inilah pendapat yang paling kuat.

Allah Lebih Mengetahui
Dr. Mohd Asri Zainul Abidin

Wednesday 18 August 2010

DUA GOLONGAN AHLI NERAKA

Dalam sebuah hadis, nabi menyebutkan ada dua jenis manusia yang akan menjadi penghuni neraka. Pada zaman baginda dua jenis manusia ini tiada dan akan ada diakhir zaman. Sabda baginda:


صنفان من أهل النار لم أرهما بعد : رجال معهم سياط كأذناب البقر يضربون بها الناس ، ونساء كاسيات عاريات مائلات مميلات على رؤوسهن كأسنمة البخت المائلة ، لا يدخلن الجنة ولا يجد ريحها ، وإن ريحها ليوجد من مسيرة كذا وكذا

Ertinya:

Terdapat dua golonganpenghuni neraka yang saya tidak akan jumpa: (Pertama) Orang yang memiliki alatpemukul seperti ekor lembu yang mereka menggunakannya untuk memukul orang dan(Kedua) wanita yang berpakaian tetapi telanjang, yang cenderung lagimencenderungkan. Kepala mereka seperti bonjol unta yang condong ke sebelah.Mereka tidak akan memasuki syurga dan tidak akan menghidu baunya sekalipun bausyurga itu dapat dihidu dari jarak yang sekian-sekian.
 (Riwayat Muslim & Ahmad)

Sunday 8 August 2010

Tiga Jalan Menuju Kesesatan

Ulama terkemuka dari India (Pakistan), Abul ‘Ala Maududi menjelaskan, dari mana sebenarnya kekufuran dan kesesatan (bid’ah) itu timbul? Al-Qur’anul Karim menegaskan, bahwa kejahatan-kejahatan itu muncul melalui tiga sumber :

Pertama, mengikuti kemauan sendiri.

Al-Qur’an menyatakan, “Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapatkan petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. (Qur’an : 28 : 50).

Ayat diatas mengartikan bahwa faktor terbesar penyebab kesesatan manusia adalah dorongan-dorongan hawa-nafsunya sendiri. Dan sama sekali tidak mungkin seseorang untuk menjadi hamba Allah, sementara ia masih menuruti dorongan-dorongan hawa nafsunya. Ia akan terus menerus memikirkan pekerjaan apa yang mendatangkan uang baginya, usaha apa yang akan membawa kemasyhuran dan penghormatan orang kepadanya, kemanapun ia harus mengejar kesenangan dan kepuasan, dan apa saja yang bisa memberikan kemudahan dan kenikmatan hidup baginya. Pendeknya, manusia akan dengan segala macam cara untuk mencapai tujuan itu. 

Ia tidak akan pernah mengerjakan suatu apapun yang dianggapnya tidak akan membawa tercapainya tujuan-tujuan itu berupa kenikmatan dunia. Meskpun, Allah memerintahkannya lebih memilih jalan menuju kemuliaan di akhirat. Tetapi itu tidak pernah didengarnya lagi. Jadi Tuhan bagi orang seperti itu adalah dirinya (nafs), bukannya Allah Yang Agung. Jadi, bagimana ia akan mendapat manfaat dari petunjuk Allah?

Al-Qur’an menegaskan, “Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat jalan (dari binatang ternak itu)”. (Qur’an : al-Furqan : 43-44)

Menurut Al-Maududi, bahwa menjadi budak hawa nafsu lebih jelek dibanding menjadi binatang. Ini adalah tidak diragukan lagi. “Anda tidak akan pernah melihat seekor binatang pun yang mau melanggar batas-batas yang telah ditentukan Allah baginya”, ucap al-Maududi. Binatang hanya melaksanakan fungsi yang telah ditentukan Allah baginya. Tetapi, manusia adalah binatang yang apabila sudah menjadi budak hawa nafsunya sendiri, dan bahkan akan melakukan perbuatan yang membuat syetan sendiri gemetar.

Kedua, mengikuti nenek-moyang tanpa berpikir.

Jalan kedua adalah mengikuti adat kebiasaan, kepercayaan-kepercayaan dan pikiran-pikiran, ritus-ritus dan upacara-upacara yagn biasa dilakukan nenek-moyang, atau seorang ulama mereka. Mereka menganggap lebih penting daripada perintah Allah. Apabila perintah Allah dibacakan, maka orang-orang yang suka mengekor kepada nenek moyang (termasuk ulama mereka), maka mereka akan bersikeras bahwa mereka hanya akan mengikuti apa yang dilakukan nenek moyang mereka yang telah menjadi kebiasaan (habid). Bagaimana mungkin orang yang seperti ini akan menjadi hamba Allah? 

Tuhan-Tuhan mereka adalah nenek-moyang mereka. Hak apa yang dimilikinya untuk mendakwakan bahwa dirinya adalah seorang muslim?

Al-Qur’an berfirman, “Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Ikutilah apa yang diturunkan oleh Allah’, mereka menjawab: (Tidak), tetap kami hanya mengikuti apa yagn telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami’. (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui sesuatupun, dan tidak mendapat petunjuk?”. (Qur’an : 2: 170)

“Apabila dikatakan kepada mereka : “Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul’. Mereka menjawab: “Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya’. Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek-moyang mereka walaupun nenek-moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk? Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu , tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu, apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepda Allah kamu kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. (Qur’an : 5: 104-105)

Jahatnya kesesatan itu adalah sedemikian rupa, sehingga semua orang bodoh di setiap zaman terkena cengkeramannya. Kesesatan selamanya mencegah mereka mendapatkan bimbingannya dari utusan-utusan Allah. Seperti halnya, Ibrahim alaihi salam, membujuk kaumnya untuk meninggalkan kepercayaan syirik, “Mereka menjawab : “Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya (patung-patung)”. (Qur’an : 21 : 25).

Manusia harus memilih salah satu satu. Tidak mungkin berdampingan antara berhala-hala itu dengan Allah. Antara kesesatan yang menyembah berhala, dan mereka yang berorientasi kepada al-haq Allah Rabbul alamin.

Ketiga, kepatuhan kepada selain Allah.

Jalan yang ketiga, seperti dinyatakan oleh al-Qur’an, adalah apabila manusia mengesampingkan perintah-perintah Allah, lalu mentaati perintah-perintah manusia dengan bermacam-macam alasan, seperti misalnya, “Karena bapak fulan adalah seorang besar, maka kata-katanya mestilah selalu baik dan harus kita ikuti’, atau ‘Karena rezeki saya bergantung pada  orang itu, maka saya harus patuh kepadanya’, atau ‘karena orang mampu menghancurkan hidup saya dengan kutukannya, dan mampu menjamin saya masuk surga, maka apa yang dikatakannya pasti benar’ atau ‘bangsa anu bangsa besar adalah bangsa yang maju, kita harus meminta pertolongan dan perlindungan kepadanya, dan meniru cara hidupnya”. Dengan alasan-alasan seperti itu, maka tertutup lah pintu petunjuk Allah.

Al-Qur’an berfirman : “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah .. “ (Qur’an : 6 : 116)

Ayat ini mempunyai arti bahwa manusia hanya bisa tetap berada di jalan yang benar, bila ia mempercayakan diri seratus persen, secara totalitas hanya kepada Allah Ta’ala. Bagaimana bisa menemukan jalan kemuliaan kalau   manusia mempercayakan diri kepada salain Allah. Hidupnya tidak akan pernah mendapatkan kebahagiaan. 

Demikian pendapat dan pandangan Abul ‘Ala Maududi, seorang ulama besar yang lahir di anak benua India, yang sekarang sebagian menjadi Pakistan.


Sumber: Eramuslim

Friday 6 August 2010

PEREMPUAN BERHAID QADHA PUASA TIDAK BAGI SOLAT

Diriwayatkan dalam saheh Muslim bahawa Aishah r.a telah berkata :



كان يُصيبنا ذلك - أي الحيض - فنؤمر بقضاء الصوم ولا نؤمر بقضاء الصلاة


"Kami boleh mengalami hal yang demikian ( Haid), kami diperintahkan untuk mengkadhakan puasa dan tidak diperintahkan mengqadhakan solat".

Qadha puasa yang ditinggalkan itu berdasarkan bilangan hari yang ditinggalkan. Jika sebulan Ramadhan ditinggalkan, maka sebulanlah dia perlu mengqadhakannya. Maka, lihatlah berapa jumlah hari dalam sebulan Ramadhan itu. Sama ada 30 hari atau 29 hari. Tidak semestinya diqadhakan secara berturut-turut. Tetapi, berturut-turut itu adalah sunat. Jika sesudah Ramadhan, dia sakit maka tunggulah sehingga dia sembuh. Jika dia tidak sembuh juga dan mati dengan sakit itu, tidak ada tanggunga atasnya. Namun, jika dia sengaja melengah-lengahkan waktu dia sihat sehingga tiba-tiba dia sakit dan mati dengan sebab sakit itu, walinya hendaklah mengqadhakan puasa untuknya. 

Sabda Rasulullah SAW:


  من مات وعليه صيام ، صام عنه وليه


"Siapa yang mati sedangkan dia mempunyai puasa (yang belum diqadhakan), maka walinya hendaklah mengqadhakan untuknya".

(Hadis muttafaq alaih)

Sumber: Islamweb

SEBAB-SEBAB YANG MENGHARUSKAN BERBUKA PUASA

Sungguhpun berpuasa itu adalah satu kewajipan dan meninggalkannya dengan sengaja adalah dikira berdosa besar, terdapat beberapa situasi yang membenarkan puasa ditinggalkan atau berbuka sebelum waktunya. Ia adalah sebagai memenuhi konsep 'mengangkat kesulitan' sepertimana yang ditegaskan dalam banyak ayat Al-Quran. Berikut adalah situasi yang membolehkan berbuka puasa:-


1.       Sakit
2.       Uzur kerana tua
3.       Mengandung / menyusukan anak
4.       Musafir
5.      Terdapat kemudharatan yang menuntut berbuka seperti menyelamatkan orang lemas, memadamkan api kebakaran dan sebagainya yang memerlukan buka puasa untuk menjalankan tugas.

Friday 9 April 2010

Hukum emas dan perak kepada lelaki Islam

Kaedah umum ialah asal pada segala sesuatu adalah harus. Keharusan itu akan menjadi haram kalau ada dalil yang mengharamkannya. Ia akan menjadi makruh kalau ada dalil yang memakruhkannya. Jika tiada sebarang dalil yang menentukan hukum untuknya, maka kekal ia sebagai harus. Prinsip ini adalah digunapakai dalam semua persoalan hukum yang melibatkan fekah dan tidak bagi soal-soal ibadat.
Pengharaman emas dan dan sutera bagi lelaki Islam tidak ada dalam Quran tetapi ada dalam hadis. Apa yang diharamkan dalam hadis, maka ia adalah pengharaman yang datang daripada Allah juga.

Sabda Rasulullah SAW:


حرم لباس الحرير والذهب على ذكور أمتي وأحل لإناثهم
Diharamkan pakaian sutera dan emas ke atas lelaki kalangan umatku dan dihalalkan bagi wanita mereka".

(Hadis Riwayat Tarmizi)

Berkata Imam Nawawi, pengharaman cincin emas ke atas lelaki adalah diijmak di kalangan ulama.

Bagi gelas-gelas  yang menjadi bekas minuman atau pinggan mangkuk  yang menjadi bekas makanan, bahan daripada emas dan perak adalah diharamkan. Pengharaman ini bukan tertentu bagi lelaki sahaja tetapi juga kepada perempuan berdasarkan umum nas.



وعن حذيفة -رضي الله عنه- قال:   نهى رسول الله -صلى الله عليه وسلم- أن نشرب في آنية الذهب والفضة، وأن نأكل فيها، وعن لبس الحرير، والديباج، وأن نجلس عليه 
Daripada Huzaifah R.A bahawa Rasulullah SAW melarang daripada minum dalam bekas daripada emas dan .
perak, dan juga makan di dalamnya, dilarang juga memakai sutera dan dibaj serta duduk atasnya",
( Hadis Riwayat Bukhari)

Rujuk: Islamweb 1, Islamweb 2 ,
Islamlight.net, Fatwa Nur 'Ala Darbi , Ibn Taimiyyah.net


Thursday 25 February 2010

Lima perkara ghaib

Pada satu hari Imam Malik bin Anas ((93-179H/711-795M) telah bermimpi bertemu dengan malaikat maut. Kesempatan itu digunakan oleh Imam Malik untuk bertanya soalan:

"Berapa lagi baki umurku?", demikian soalan yang dilontarkan Imam Malik.

Malaikat Maut itu hanya menunjukkan isyarat 5 jarinya. 

"Lima apa?Hari, minggu, bulan atau tahun?", Imam Malik bertanya lagi.

Tetapi, sebelum Imam Malik mendengar jawapan Malaikat Maut, dia telah tersedar dari tidurnya. Hal itu menjadi persoalan dalam fikiran Imam Malik.

Pada masa itu ada seorang Tabi'in yang terkenal namanya dalam mentafsir mimpi iaitu Ibn Sirin ( 33-110H)/653-728M)

Imam Malik telah pergi bertemunya dengannya dan bertanya tentang maksud jawapan yang diberikan oleh Malikat maut dalam mimpinya. 

Lalu, Ibn Sirin pun mengatakan: Wahai imam darul hijrah, lima yang ditunjukkan itu bukanlah lima hari, minggu bulan maupun tahun, tetapi dia ingin memberitahumu bahawa soalanmu itu menyentuh antara 5 perkara ghaib yang tidak diketahui melainkan Allah sebagaimana firman Allah SWT:


إن الله عنده علم الساعة و ينزل الغيث و يعلم ما في الأرحام و ما تدري نفس ما ذا تكسب غدا و ما تدري نفس بأي أرض تموت إن الله عليم خبير
Sesungguhnya Allah, Hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
(Surah Luqman: Ayat 34)

Wednesday 10 February 2010

Yahudi dan Nasrani menjadi ahli neraka.

Sungguhpun Allah menghalalkan sembelihan ahli kitab dan mengharuskan wanita mereka dinikahi oleh lelaki Muslim, itu tidaklah bermakna mereka bukan kafir. Kekafiran Yahudi dan Nasrani telah disebutkan dalam Al-Quran sebagaimana firman Allah SWT:

لم يكن الذين كفروا من أهل الكتاب والمشركين منفكين حتى تأتيهم البينة
Orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata,
(Surah Al-Bayyinah: Ayat 1)
Mereka yang kafir dari kalangan ahli kitab itu adalah kalangan yang tidak beriman dengan kerasulan nabi Muhammad. Mereka akan dibalas neraka dan kekal di dalamnya. Sabda Rasulullah SAW:
والذي نفس محمد بيده لا يسمع بي أحد من هذه الأمة يهودي ولا نصراني ثم يموت ولم يؤمن بالذي أرسلت به إلا كان من أصحاب النار
“Demi Yang jiwa Muhammad di tanganNya! Setiap yang telah mendengar seruanku dari kalangan manusia, sama ada dia Yahudi atau Nasrani, kemudian dia mati dan tidak beriman dengan apa yang aku bawa daripada risalah, maka dia akan tergolong dalam kalangan ahli neraka”.
(Hadis Riwayat Muslim)

Ahli Kitab yang ada pada zaman sekarang boleh dibahagikan kepada 2 kelompok iaitu:
a) Golongan yang sampai kepada meeka dakwah Islam tetapi tidak beriman.Mereka adalah kafir di dunia dan kekal dalam neraka di hari akhirat.
b)Golongan yang tidak sampai kepada mereka dakwah Islam. Para ulama berselisih pandangan mengenai kedudukan mereka di akhirat. Pendapat yang paling kuat ialah yang mengatakan bahawa mereka akan diuji pada hari akhirat. Sesiapa di kalangan mereka yang beriman, selamatlah. sebaliknya, sesiapa yang engkar, dia akan dimasukkan ke dalam neraka.Sementara di dunia, para ulama sepakat mengatakan mereka adalah kafir dan wajib menyampaikan dakwah kepada mereka.

Oleh itu, sesiapa yang tidak mengkafirkan Yahudi dan Nasrani atau meragui kakafiran mereka, orang itu adalah kafir. 

Dalam kitab al-Iqna', bab murtad, dinyatakan:

أو لم يكفر من دان بغير الإسلام كالنصارى واليهود، أو شك في كفرهم أو صحح مذهبهم. فهو كافر لأنه مكذب لقوله تعالى:  ومن يبتغ غير الإسلام ديناً فلن يقبل منه وهو في الآخرة من الخاسرين

"Atau tidak mengkafirkan mereka yang beragama selain Islam seperti Yahudi dan Nasrani, atau ragu-ragu pada kekufuran mereka dan merasa benar agama mereka, maka dia adalah kafir kerana dia mendustakan apa yang difirmankan Allah SWT: Dan sesiapa yang mencari selain ISlam sebagai ad-deen. maka tiadalah diterima daripadanya dan di hari akhirat dia tergolong kalangan yang rugi".

Hukum Jalalah

Jalalah adalah nama bagi binatang-binatang yang halal dimakan tetapi yang makan najis. Umpamanya ayam kapung, lembu daging atau susu yang makan dedak yang dibuat daripada najis dan sebagainya.

Para ulama berbeza pandangan mengenai hukum jalalah.

1) Pandangan pertama: Dilihat kepada makanan terbanyaknya. Jika makanan terbanyaknya adalah najis, maka haram. Sebaliknya jika makanan bukan najis lebih banyak, ia menjadi halal.

2) Pandangan Kedua: Jalalah halal dimakan kecuali jika najis itu memberi kesan kepada dagingnya atau susunya. Inilah pandangan yang paling kuat dan mendekati kebenaran.

Penentuan Halal Haram Binatang

Prinsip pengharaman binatang adalah didasarkan kepada kriteria berikut:

1) Setiap binatang yang bertaring daripada haiwan pemangsa , seperti harimau, singa dan sebagainya.

2) Setiap burung yang punya kuku mencakar seperti helang, gagak, burung hantu dan sebagainya.

Sabda Rasulullah SAW (Riwayat Muslim):

روى ابن عباس -رضي الله عنهما- أن النبي -صلى الله عليه وسلم-: نهى عن كل ذي ناب من السباع، وعن كل ذي مخلب من الطير
3) Binatang yang diharamkan secara khusus seperti himar kampung. Sabda Rasulullah SAW (Riwayat Bukhari dan Muslim):
روى جابر -رضي الله عنه- أن النبي -صلى الله عليه وسلم-:"نهى يوم
خيبر عن لحوم الحمر الأهلية وأذن في لحوم الخيل
4) Binatang yang tergolong kalangan binatang kotor. Firman Allah SWT:
ويحرم عليهم الخبائث
Dan diharamkan kepada mereka semuayang kotor
(Surah Al-A'raf: Ayat 157)
5) Apa yang diperintahkan syarak membunuhnya atau dilarang membunuhnya.

Binatang-binatang selain daripada 5 prisip di atas adalah harus dimakan kerana asal sesuatu adalah harus.

Ada orang bertanya, apa hukum makan landak. Maka hukum landak adalah haram disebabkan ia sejenis binatang yang kotor. Sebuah hadis riwayat Abu Daud dalam kita 'makanan'menyebutkan bahawa Rasulullah telah mengatakan tentang landak:

هو خبيث من الخبائث
 
"Ia adalah binatang pengotor daripada kalangan pengotor"

Hukum Sembelihan Ahlil Kitab

Hukum sembelihan Ahli Kitab adalah halal dimakan berdasarkan firman Allah SWT:



اليوم أحل لكم الطيبات وطعام الذين أوتوا الكتاب حل لكم وطعامكم حل لهم
Pada hari Ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka.
(Surah Al-Maidah: Ayat 5)
Ayat ini jelas menyatakan hukum halalnya sembelihan golongan ahlil Kitab bagi orang-orang Islam. 

Namun, jika kita mengetahui sembelihan itu dibuat tidak mengikut kaedah syarak seperti diketuk, dicekik atau sebagainya, maka ia adalah bangkai dan haram dimakan walaupun disembelih oleh Ahli Kitab. Jika kita tidak tahu kaedah yang digunakan mereka semasa sembelihan, maka hukumnya adalah kembali kepada hukum asal iaitu harus. Jika kita ragu-ragu cara sembelihan mereka atau menjadi kebiasaan penduduk sesebuah negeri membunuh binatang itu bukan dengan cara sembelihan ataupun penduduknya bukan ahlul kitab, maka tidaklah halal dimakan binatang itu.

Sunday 24 January 2010

HUKUM MEMBERI MAKAN DAGING AQIQAH KEPADA ORANG BUKAN ISLAM

Persoalan daging aqiqah, apakah ia boleh dimakan oleh orang Kafir nampaknya menjadi kemusykilan yang merungsing sesetengah orang. Di kampungku, ada orang yang buat kenduri kahwin sembelih kambing, lembu atau kerbau, tapi tak berniat aqiqah kerana antara jemputannya ada yang bukan Islam. Ini kerana dia berpegang dengan pandangan rigid yang mengharamkan daging aqiqah dimakan oleh orang bukan Islam. Beberapa persoalan dari sahabat masih berlegar pada isu yang sama.

Ibuku di kampung juga berpegang dengan pandangan mengharamkannya. Ini kerana katanya itulah yang diajar oleh tok guru.

Aku menerangkan bahawa persoalan bolehkah  orang kafir  makan daging aqiqah adalah perkara yang diperselisihkan hukumnya oleh ulama pelbagai mazhab. Perselisihan itu boleh dirumuskan sebegaimana berikut:

1-   Mazhab Syafie berpendapat haram memberi makan daging korban sunat atau wajib kepada bukan Islam.

2-   Mazhab Maliki berpendapat makruh memberi makan daging korban sunat kepada bukan Islam dan tidak harus (haram) memberi mereka makan daging korban wajib, seperti korban yang dinazarkan, sama seperti hukum zakat.

3-   Mazhab Hambali berpendapat harus menghadiahkan daging korban sunat kepada orang bukan Islam dan haram menghadiahkan kepada mereka daging korban wajib.

4-   Semua ulama mazhab sepakat (ijma') memberi atau memberi makan daging korban atau aqiqah WAJIB kepada bukan Islam adalah haram. 

Kepada sahabat yang bertanya, aku merumuskan bahawa daging aqiqah wajib diharamkan kepada orang kafir sedangkan aqiqah sunat dibolehkan untuk orang kafir. Inilah rumusan yang kuberikan setelah menilai semua pendapat mazhab tersebut. Pendapat ini selaras dengan pegangan mazhab Maliki.

Firman Allah SWT: 


لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu Karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
(Al-Mumtahanah: 8)


Ulasan Ust Zaharuddin mengenai persoalan ini patut dibaca dan direnungkan. Klik di sini.